Pemerintah Venezuela memerintahkan perusahaan Coca Cola Co untuk menarik seluruh produk minuman Coke Zero-nya dari negara pimpinan Presiden Hugo Chavez itu. Alasannya, produk khas Amerika Serikat itu berbahaya bagi kesehatan.

Menteri Kesehatan Venezuela Jesus Mantilla menegaskan, Coke Zero atau Coca Cola Zero tidak boleh lagi dijual di Venezuela. Produk-produk tersebut harus ditarik dari peredaran sementara pemerintah menyelidiki bahan-bahan yang terkandung di dalamnya.

"Produk itu harus ditarik dari peredaran guna menjaga kesehatan warga Venezuela," kata Mantilla seperti dilansir kantor berita Reuters , Kamis (11/6/2009).

Mantilla tidak menyebutkan apa bahaya Coke Zero bagi kesehatan.

Pihak Coca Cola menyatakan, Coke Zero tidak mengandung bahan berbahaya. Meski begitu dengan adanya larangan ini, Coca Cola akan menghentikan produksinya di Venezuela dan menarik produknya dari peredaran selama investigasi berlangsung.

"Coca Cola Zero dibuat sesuai standar kualitas tertinggi di seluruh dunia dan memenuhi persyaratan kesehatan yang diminta oleh hukum Republik Venezuela," demikian statemen Coca Cola.

Coke Zero diluncurkan di Venezuela pada April lalu. Produk itu mengandung pemanis buatan.
Diposting oleh Reziqbermain
Tulisan ini saya ambil dari buku seri pedoman Manajemen , oleh Penerbit Gramedia. Tulisan ini adalah salah satu contoh cara pengembangan organisasi atau Organization Development (OD). Ada beberapa faktor yang bisa diambil pelajaran, dan bisa kita mulai diterapkan di organisasi masing masing, apapun bentuk organisasinya.

Pengembangan Organisasi
Lebih dikenal dengan organization development (OD) .Pengertian pokok OD adalah perubahan yang terencana (planned change). Perubahan , dalam bentuk pembaruan organisasi dan modernisasi, terus menerus terjadi dan mempunya pengaruh yang sangat dominan dalam masyarakat kini. Organisasi beserta warganya, yang membentuk masyakat modern , mau tidak mau harus beradaptasi terhadap arus perubahan ini. Perubahan perubahan yang terjadi pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam empat katagori , yaitu perkembangan teknologi, perkembangan produk, ledakan ilmu pengetahuan dan jasa yang mengakibatkan makin singkatnya daur hidup produk, serta perubahan sosial yang mempengaruhi perilaku, gaya hidup, nila nila dan harapan tiap orang.

Untuk dapat bertahan , organisasi harus mampu mengarahkan warganya agar dapat beradaptasi dengan baik dan bahkan agar mampu memanfaatkan dampak positif dari berbagai pembaruan tersebut dengan pengembangan diri dan pengembangan organisasi. Proses mengarahkan warga organisasi dalam mengembangkan diri menghadapi perubahan inilah yang dikenal luas sebagai proses organization development (OD).

Karena menyangkut perubahan sikap, persepsi,perilaku dan harapan semua anggota organisasi, OD di definisikan sebagai upaya pimpinan yang terencana dalam meningkatkan efektivitas organisasi, dengan menggunakan cara intervensi (oleh pihak ketiga) yang didasarkan pada pendekatan perilaku manusia. Dengan kata lain penerapan OD dalam organisasi dilakukan dengan bantuan konsultan ahli, sistemis ,harus didukung oleh pimpinan serta luas aplikasinya.

Teori dan praktik OD didasarkan pada beberapa asumsi penting yakni :
  • Manusia sebagai individu, Dua asumsi penting yang mendasari OD adalah bahwa manusia memiliki hasrat berkembang dan kebanyakan orang tidak hanya berpotensi , dan berkeinginan untuk berkontribusi sebanyak mungkin pada organisasi. OD bertujuan untuk menghilangkan faktor faktor dalam organisasi yang menghambat perkembangan dan menghalangi orang untuk berkontribusi demi tercapainya sasaran organisasi.
  • Manusia sebagai anggota dan pemimpin kelompok. Organisasi yang menerapkan OD harus berasumsi bahwa setiap orang dapat diterima dan diakui perannya oleh kelompok kerjanya. Dalam organisasi perlu ditumbuhkan keterbukaan agar para anggotanya dapat dengan leluasa mengungkapkan perasaannya dan pikirannya. Dalam keterbukaan , orang akan mendapatkan kepuasaan kerja yang lebih tinggi, sehingga dengan demikian performansi kelompok akan lebih efektif.
  • Manusi sebagai wadah organisasi. Hubungan antar kelompok – kelompok dalam organisasi menentukan efektivitas masing masing kelompok tersebut. Misalnya bila komunikasi antar-kelompok hanya terjadi pada tingkat manajernya , koordinasi dan kerjasama akan kurang efektif daripada bila segenap anggota kelompok terlibat dalam interaksi.

Sasaran OD
Atas dasar asumsi asumsi diatas, proses pengembangan organisasi diterapkan dengan sasaran :
  1. Hubungan yang lebih efektif antara departemen , divisi dan kelompok kelompok kerja dalam organisasi
  2. hubungan pribadi yang lebih efektif antara manajer dan karyawan pada semaua jenjang organisasi
  3. terhapusnya hambatan hambatan komunikasi antara pribadi dan kelompok
  4. berkembangnya iklim yang ditandai dengan saling percaya, dan keterbukaan yang dapat memotivasi serta menantang anggota organisasi untuk lebih berprestasi

Tahap tahap Penerapan OD
Dalam menerapkan OD , organisasi memerlukan konsultan yang ahli dalam bidang perilaku dan pengembangan organisasi. Konsultan tersebut bersifat sebagai agen pembaruan (agent of change), dan fungsi utamanya adalah membantu warga organisasi menghadapi perubahan, melalui teknik teknik OD yang sesuai dengan kebutuhan organisasi tersebut. Proses penerapan OD dilakukan dalam empat tahap :

  1. Tahap pengamatan sistem manajemen atau tahap pengumpulan data. Dalam tahap ini konsultan mengamati sistem dan prosedur yang berlaku di organisasi termasuk elemen elemen di dalamnya seperti struktur, manusianya, peralatan, bahan bahan yang digunakan dan bahkan situasi keuangannya. Data utama yang diperlukan adalah :
    1. Fungsi utama tiap unit organisasi
    2. Peran masing masing unit dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi
    3. Proses pengambilan keputusan serta pelaksanaan tindakan dalam masing masing unit
    4. Kekuatan dalam organisasi yang mempengaruhi perilaku antar – kelompok dan antar individu dalam organisasi
  2. Tahap diagnosis dan umpan balik. Dalam tahap ini kualitas pengorganisasian serta kegiatan operasional masing masing elemen dalam organisasi dianalisis dan dievaluasi . Ada beberapa kriteria yang umum digunakan dalam mengevaluasi kualitas elemen elemen tersebut, diantaranya :
    1. Kemampuan beradaptasi, yaitu kemampuan mengarahkan kegiatan dan tenaga dalam memecahkan masalah yang dihadapi
    2. Tanggung jawab : kesesuaian antara tujuan individu dan tujuan organisasi
    3. Identitas : kejelasan misi dan peran masing masing unit
    4. Komunikasi ; kelancaran arus data dan informasi antar-unit dalam organisasi
    5. Integrasi ; hubungan baik dan efektif antar-pribadi dan antar-kelompok, terutama dalam mengatasi konflik dan krisis
    6. Pertumbuhan ; iklim yang sehat dan positif, yang mengutamakan eksperimen dan pembaruan , serta yang selalu menganggap pengembangan sebagai sasaran utama
  3. Tahap pembaruan dalam organisasi. Dalam tahap ini dirancang pengembangan organisasi dan dirumuskan strategi memperkenalkan perubahan atau pembaruan. Strategi ini bertujuan meningkatkan efektivitas organisasi dengan cara mengoreksi kekurangan serta kelemahan yang dijumpai dalam proses diagnostik dan umpan balik. Mengingat bahwa setiap perubahan yang diperkenalkan akan mempengaruhi seluruh sistem dalam organisasi, bahkan mungkin akan mengubah sistem distribusi wewenang dan struktur organisasi, rancangan strategi pembaruan harus didiskusikan secara matang dan mendapat dukungan penuh pimpinan puncak.
  4. Tahap implementasi pembaruan. Tahap akhir dalam penerapan OD adalah pelaksanaan rencana pembaruan yang telah digariskan dan disetujui. Dalam tahap ini konsultan bekerja secaa penuh dengan staf manajemen dan para penyelia. Kegiatan implementasi perubahan meliputi :
    1. perubahan struktur
    2. perubahan proses dan prosedur
    3. penjabaran kembali secara jelas tujuan sera sasaran organisasi
    4. penjelasan tentang peranan dan mis masing masing unut dan anggota dalam organisasi

Teknik teknik OD
Ada berbagai teknik yang dirancang para ahli, dengan tujuan meningkatkan kemampuan berkomunikasi serta bekerja secara efektif, antar-individu maupun antar-kelompok dalam organisasi. Beberapa teknik yang sering digunakan berikut ini.

  • Sensitivity training, merupakan teknik OD yang pertama diperkenalkan dan ayang dahulu paling sering digunakan. Teknik ini sering disebut juga T-group. Dalam kelompok kelomok T (singkatan training) yang masing masing terdiri atas 6 – 10 peserta, pemimpin kelompok (terlatih) membimbing peserta meningkatkan kepekaan (sensitivity) terhadap orang lain, serta ketrampilan dalam hubunga antar-pribadi.
  • Team Building, adalah pendekatan yang bertujuan memperdalam efektivitas serta kepuasaan tiap individu dalam kelompok kerjanya atau tim. Teknik team building sangat membantu meningkatkan kerjasama dalam tim yang menangani proyek dan organisasinya bersifat matriks.
  • Survey feedback. Dalam teknik sruvey feedback. Tiap peserta diminta menjawab kuesioner yang dimaksud untuk mengukur persepsi serta sikap mereka (misalnya persepsi tentang kepuasan kerja dan gaya kepemimpinan mereka). Hasil surveini diumpan balikkan pada setiap peserta, termasuk pada para penyelia dan manajer yang terlibat. Kegiatan ini kemudian dilanjutkan dengan kuliah atau lokakarya yang mengevaluasi hasil keseluruhan dan mengusulkan perbaikan perbaikan konstruktif.
  • Transcational Analysis (TA). TA berkonsentrasi pada gaya komunikasi antar-individu. TA mengajarkan cara menyampaikan pesan yang jelas dan bertanggung jawab, serta cara menjawab yang wajar dan menyenangkan. TA dimaksudkan untuk mengurangi kebiasaan komunikasi yang buruk dan menyesatkan.
  • Intergroup activities. Fokus dalam teknik intergroup activities adalah peningkatan hubungan baik antar-kelompok.Ketergantungan antar kelompok , yang membentuk kesatuan organisasi, menimbulkan banyak masalah dalam koordinasi. Intergroup activities dirancang untuk meningkatkan kerjasama atau memecahkan konflik yang mungkin timbul akibat saling ketergantungan tersebut.
  • Proses Consultation. Dalam Process consultation, konsultan OD mengamati komunikasi , pola pengambilan keputusan , gaya kepemimpinan, metode kerjasama, dan pemecahan konflik dalam tiap unit organisasi. Konsultan kemudian memberikan umpan balik pada semua pihak yang terlibat tentang proses yang telah diamatinya , serta menganjurkan tindakan koreksi.
  • Grip OD. Pendekatan grip pada pengembangan organisasi di dasarkan pada konsep managerial grip yang diperkenalkan oleh Robert Blake dan Jane Mouton. Konsep ini mengevaluasi gaya kepemimpinan mereka yang kurang efektif menjadi gaya kepemimpinan yang ideal, yang berorientasi maksimum pada aspek manusia maupun aspek produksi.
  • Third-party peacemaking. Dalam menerapkan teknik ini, konsultan OD berperan sebagai pihak ketiga yang memanfaatkan berbagai cara menengahi sengketa, serta berbagai teknik negosiasi untuk memecahkan persoalan atau konflik antar-individu dan kelompok.
Diposting oleh Reziqbermain

Ternyata lagu anak-anak yang populer banyak mengandung kesalahan, mengajarkan kerancuan, dan menurunkan motivasi. Berikut buktinya:

1. “Balonku ada 5… rupa-rupa warnanya… merah, kuning, kelabu.. merah muda dan biru… meletus balon hijau, dorrrr!!!” Perhatikan warna-warna kelima balon tsb., kenapa tiba2 muncul warna hijau ? Jadi jumlah balon sebenarnya ada 6, bukan 5!

2. “Aku seorang kapiten… mempunyai pedang panjang… kalo berjalan prok..prok.. prok… aku seorang kapiten!” Perhatikan di bait pertama dia cerita tentang pedangnya, tapi di bait kedua dia cerita tentang sepatunya (inkonsistensi) . Harusnya dia tetap konsisten, misal jika ingin cerita tentang sepatunya seharusnya dia bernyanyi : “mempunyai sepatu baja (bukan pedang panjang)… kalo berjalan prok..prok.. prok..” nah, itu baru klop! jika ingin cerita tentang pedangnya, harusnya dia bernyanyi : “mempunyai pedang panjang… kalo berjalan ndul..gondal. .gandul.. atau srek.. srek.. srek..” itu baru sesuai dg kondisi pedang panjangnya!

3. “Bangun tidur ku terus mandi.. tidak lupa menggosok gigi.. habis mandi ku tolong ibu.. membersihkan tempat tidurku..” Perhatikan setelah habis mandi langsung membersihkan tempat tidur. Lagu ini membuat anak-anak tidak bisa terprogram secara baik dalam menyelesaikan tugasnya dan selalu terburu-buru. Sehabis mandi seharusnya si anak pakai baju dulu dan tidak langsung membersihkan tempat tidur dalam kondisi basah dan telanjang!

4. “Naik-naik ke puncak gunung.. tinggi.. tinggi sekali.. kiri kanan kulihat saja.. banyak pohon cemara.. 2X” Lagu ini dapat membuat anak kecil kehilangan konsentrasi, semangat dan motivasi! Pada awal lagu terkesan semangat akan mendaki gunung yang tinggi tetapi kemudian ternyata setelah melihat jalanan yg tajam mendaki lalu jadi bingung dan gak tau mau ngapain, bisanya cuma noleh ke kiri ke kanan aja, gak maju2!

5. “Naik kereta api tut..tut..tut. . siapa hendak turut ke Bandung .. Surabaya .. bolehlah naik dengan naik percuma.. ayo kawanku lekas naik.. keretaku tak berhenti lama” Nah, yg begini ini yg parah! mengajarkan anak-anak kalo sudah dewasa maunya gratis melulu. Pantesan PJKA rugi terus! terutama jalur Jakarta- Bandung dan Jakarta-Surabaya!

6. “Di pucuk pohon cempaka.. burung kutilang berbunyi.. bersiul2 sepanjang hari dg tak jemu2.. mengangguk2 sambil bernyanyi tri li li..li..li.. li..li..” Ini juga menyesatkan dan tidak mengajarkan kepada anak2 akan realita yg sebenarnya. Burung kutilang itu kalo nyanyi bunyinya cuit..cuit.. cuit..! kalo tri li li li li itu bunyi kalo yang nyanyi orang, bukan burung!

7. “Pok ame ame.. belalang kupu2.. siang makan nasi, kalo malam minum susu..”
Ini jelas lagu dewasa dan untuk konsumsi anak2! karena yg disebutkan di atas itu adalah kegiatan orang dewasa, bukan anak kecil. Kalo anak kecil, karena belom boleh maem nasi, jadi gak pagi gak malem ya minum susu!

8. “nina bobo oh nina bobo kalau tidak bobo digigit nyamuk”
Anak2 indonesia diajak tidur dgn lagu yg “mengancam”

9. “Bintang kecil dilangit yg biru…”
Bintang khan adanya malem,lah kalo malem bukannya langit item?

10. “Ibu kita Kartini…harum namanya.”
Namanya Kartini atau Harum?

11. “Pada hari minggu ku turut ayah ke kota. naik delman istimewa kududuk di muka.”
Nah,gak sopan khan..

12. “Cangkul-cangkul, cangkul yang dalam, menanam jagung dikebun kita…”
kalo mau nanam jagung, ngapain nyangkul dalam-dalam emang mo bikin

Diposting oleh Reziqbermain

Content provided by the U.S. Small Business Administration, Online Women’s Business Center. SBA’s programs and services are provided to the public on a non-discriminatory basis.

Rencana pemasaran berikut adalah sebuah rencana sesungguhnya yang ditulis oleh seorang wanita pemilik bisnis. Nama beberapa bisnis dan kota telah disamarkan atas permintaan pemilik.

MISI

Secara teknis, misi adalah pembukaan dari seluruh Rencana Bisnis, sebagai bagian dari Rencana Pemasaran. Bagian tersebut dimasukkan disini sebagai informasi untuk pembaca…

Mosaic bermaksud memasok Michigan dengan kancing-kancing menarik paling visual yang tersedia pada saat ini. Mereka ingin menyenangkan pengguna mereka dan menyediakan batu loncatan untuk kegiatan yang kreatif. Mosaic percaya bahwa ungkapan artistik menggairahkan hidup. Mosaic menghargai ketrampilan tangan manusia dan kepekaan hati manusia. Mosaic menganggap kancing-kancing sebagai karya seni kecil dimana kita bisa melihat diri kita sendiri.

Rencana Pemasaran Mosaik

SEJARAH & KETERANGAN

Mosaic adalah sebuah toko barang eceran khusus yang menawarkan koleksi kancing antik, kontemporer dan kerajinan tangan dari segala penjuru dunia. Kancing-kancing ini berbeda dari yang tersedia di pasar dalam kualitas bahan, pengerjaan dan rancangan.

Kebutuhan sangat sederhana yang disikapi oleh Mosaic adalah kebutuhan untuk bergembira. Kancing-kancing adalah objek ungkapan perasaan yang sangat bagus yang menambah daya tak terduga pada pakaian. Perusahaan pembuat pakaian menjadi saksi dari keunggulan kompetitif untuk penggunaan kancing-kancing yang menyenangkan dan khusus. Mosaic menyediakan kancing-kancing semacam itu untuk penjahit rumahan dan siapa saja yang terlibat dalam seni menjahit dan menyulam. Penyedia pelayanan rancangan bagian dalam juga dilayani oleh Mosaic dalam menciptakan penutup ranjang, sarung bantal dan tirai jendela.

Seiring dengan pertumbuhannya, Mosaic juga akan mendirikan studio untuk rancangan permukaan kain. Lokakarya untuk lukisan, celupan dan cetakan kain akan ditawarkan sepanjang tahun. Lokakarya ini akan diadakan oleh pemilik tunggal Mosaic dan oleh seniman-seniman tamu dengan keahlian khusus.

Mosaic dibuka untuk bisnis pada tanggal 5 Agustus 1996, dengan inventaris senilai $1050. Dalam delapan bulan pertama beroperasi inventaris lain sebesar $1290 ditambahkan. Jumlah penjualan adalah $1376 untuk jangka waktu yang sama dengan jumlah rata-rata bulanan $172. Penjualan telah meningkat dengan teratur sepanjang delapan bulan ini.

Organisasi dan bisnis yang dilayani mencakup:

  • Machine Knitters Guild of Michigan
  • Michigan Embroiderers Guild
  • Sew for Profit of Michigan
  • The National Button Society
  • Home Fabrics
  • Smith-Wesson Designers
  • The Workroom

Pendanaan perusahaan datang dari pendapatan pribadi pemilik tunggal dan dari pendapatan hasil penjualan. Pendanaan tambahan dicari untuk perluasan inventaris dan untuk pemasangan iklan.

KETERANGAN PRODUK ATAU JASA

Mosaic menawarkan kancing-kancing pakaian kerajinan tangan dan buatan pabrik dari berbagai bahan dan lapisan. Sebagian besar kancing-kancing ini terbuat dari bahan alami seperti tanduk, tulang, kayu, kaca dan tanah liat. Kancing-kancing ini merupakan hasil kerajinan pekerja tangan yang ahli dari seluruh dunia dan merupakan rancangan asli. Kancing-kancing logam dan sintetis buatan pabrik juga ditawarkan, bersama dengan koleksi kancing klasik dan antik.

Semua pakaian mengambil manfaat dari kancing-kancing yang memberikan sumbangan pada watak mereka. Mosaic menawarkan sebuah peluang untuk mencipta ulang pakaian siap pakai dan mengikutsertakan orang dalam sebuah proses yang kreatif. Kancing-kancing merupakan suatu bentuk perhiasan. Mereka memungkinkan orang untuk mengungkapkan gaya pribadi mereka dengan cara baru.

Pembuat pakaian yang telah menanamkan banyak waktu dan tenaga enggan menawarkan kancing-kancing kecuali dengan harga yang menarik. Orang-orang ini sedang mencari kancing yang sempurna bagi ciptaan mereka. Mosaic membantu orang mencapai ini dan membawa proses keseluruhan pada kesimpulan yang memuaskan.

Daya tarik kancing-kancing terbukti makin terbukti di rumah, di mana mereka dimanfaatkan sebagai unsur rancangan pada bantal, penutup ranjang dan tirai jendela.

Kancing seringkali dibeli bukan untuk alasan kegunaan, tetapi demi keindahannya. Koleksi kancing-kancing antik mewakili investasi besar dan berdasarkan sejarah nilainya terus meningkat.

KETERANGAN LOKASI

Mosaic berkantor di Tower Building, 706 Main NW, Suite 200, Altamount, Michigan. Gedung ini merupakan gedung bersejarah dari hari-hari yang lamban kota itu, adalah tempat bagi dua bisnis rancangan dan selusin studio kreatif untuk ilustrasi buku, fotografi, rancangan lukisan dan permukaan, dan pembuatan perabot. Tetangganya, bekas gedung Gay-Tonekey, di 710 Main NW, juga mendukung banyak studio rancangan. Yang paling terkemuka adalah Artists’ Studio, galeri bingkai dan kado pesanan, dan LaFontaine Gallery, galeri seni halus utama. Kedua gedung ini telah mendukung komunitas artistik di wilayah tersebut selama lebih dari dua belas tahun tahun dengan menawarkan ruangan-ruangan yang menarik secara arsitektur dan sewa murah. Mereka adalah papan nama pemikiran dan kegiatan kreatif dalam masyarakat dan menarik nasabah yang menaruh minat pada ungkapan artistik. Daerah ini juga akan menerima perhatian yang diperbarui karena dimulainya renovasi terhadap bekas pabrik pembersihan air, yang akan segera menjadi restoran waralaba berskala nasional.

Mosaik pada saat ini berlokasi di sebuah ruangan lantai dua di Tower Building. Karena pertumbuhannya, Mosaic akan pindah lokasi ke ujung selatan gedung. Manfaat dari lokasi ini adalah akses lantai pertama, ruangan untuk perluasan, bidang pandang yang lebih baik dari jendela lengkungan besar, parkir yang lebih nyaman, lebih dekat dengan wilayah pengecer, dan harga yang layak.

ANALISIS PASAR

Industri
Menurut American Home Sewing and Craft Association, industri jahitan rumah menyumbang $3.5 milyar dalam penjualan eceran kepada perekonomian nasional. Dalam lima tahun dari 1987-1992, pembeli pemula mesin jahit meningkat dari 30 persen hingga 50 persen. Dalam lima tahun terakhir (1991-1996), keanggotaan dalam serikat kerja American Sewing Guild telah berlipat ukurannya dengan peningkatan 55 persen dalam jumlah cabang lokal. Tiga puluh juta orang di negara ini merupakan penggemar menjahit yang serius.

Ketersediaan serger mungkin merupakan alasan dari kenaikan ini. Mesin ini mengelim, mengobras dan menghias semuanya dalam satu gerakan, sehingga memangkas waktu menjahit hingga separuh. Dan juga, menjahit sekarang ini maju secara teknologi, menghilangkan kebutuhan memasukkan benang kedalam lobang jarum dan merapikan benang lebih. Memori komputer juga telah meningkatkan potensi kreatif dari mesin jahit.

Menjahit adalah salah satu dari beberapa industri kreatif yang dilayani Mosaic. Selagi negara ini menilai ulang semua prioritasnya, maka kegiatan-kegiatan waktu senggang berorientasi rumah sedang menikmati kenaikan dalam minat. Laporan Gallop Organization tahun 1990 tentang kecenderungan waktu senggang menunjukkan bahwa menjahit/merajut menduduki peringkat keempat dalam kegiatan yang diikuti masyarakat umum.

Di seluruh Michigan, ada perkumpulan penggemar menjahit, menenun, merajut (mesin dan tangan), menyulam dan menyambung-nyambung potongan kain. Michigan juga berlaku sebagai tuan rumah kantor cabang dari National Button Society, sebuah asosiasi pengumpul kancing.

Pasar Sasaran
Profil penjahit rumahan, seperti yang dilaporkan oleh American Home Sewing and Craft Association, nampak sebgai berikut:
  • 75 persen wanita
  • berusia 25 hingga 54 tahun
  • pendidikan perguruan tinggi
  • pendapatan rumah tangga $35 ribu atau lebih
  • artistik, keaslian nilai
  • Para penjahit dengan berbagai kemampuan

Profil ini didukung oleh pengamatan langsung dari para nasabah Mosaic.

Orang yang mengikuti industri kreatif menghargai barang-barang yang dibuat oleh tangan dan membeli mereka untuk diri sendiri, teman-teman mereka dan keluarga mereka. Mereka melibatkan diri jauh kedalam segala kegiatan waktu senggang di rumah seperti membaca, berkebun dan menjelajahi seni masak memasak.

Di dalam wilayah Altamount-Fairhills-Levine DMA, 23 persen dari jumlah rumah tangga yang ada menjahit dan 20 persen mempraktekkan pekerjaan dengan penggunaan jarum. Ini sedikit diatas rata-rata nasional dan bisa dibandingkan dengan Kota Indianapolis, yang mendukung Buttons Galore, sebuah perusahaan serupa dengan perdagangan tahunan sebesar $500.000.

Lebih banyak orang dari Altamount-Fairhills-Levine DMA yang menghadiri acara kebudayaan dan mengunjungi galeri benda seni halus dan antik dibandingkan dari Indianapolis. Pendapatan rata-rata untuk wilayah ini juga agak lebih tinggi daripada Indianapolis.

Mosaic juga melayani bisnis rancangan yang fokus pada bagian dalam rumah hunian. Kancing-kancing semakin banyak digunakan di rumah sebagai sebuah unsur dari minat dan rancangan.

Persaingan
Pesaing langsung ada di tiga kota terdekat. Mereka adalah, The Threadminder, pemasok dari perancang merajut dan menenun benang di Levine, Michigan; The Fabric Alley, sebuah toko kain kelas atas yang terletak di Cashill; dan dua toko kancing di Chicago – yaitu Twelve Buttons dan Renewal Buttons. Kekuatan dari para pesaing ini terletak pada lamanya mereka telah terjun kedalam dunia bisnis. Kesadaran akan produk mereka sangat mantap.

The Threadminder menawarkan pilihan terbatas kancing-kancing tidak biasa yang dibeli dari pemasok yang sama seperti Mosaic untuk harga yang sama. Mereka menawarkan belanja satu tempat bagi komunitas merajut dan menenun, akan tetapi kancing-kancing bukanlah fokus mereka. Kecuali jika pembelanja sedang mencari benang, mereka tidak akan tahu bahwa kancing-kancing juga tersedia di Threadbender. Mosaic akan bersaing dengan memusatkan diri pada kancing-kancing dan dengan menawarkan pilihan yang lebih luas dan lebih mengasyikkan.

The Threadminder mengembangkan pasar mereka dengan menawarkan kursus merajut dan menenun. Para peserta yang menyukai seni serabut dan tekstil akan bebas untuk menjelajahi berbagai kesempatan lain untuk berekspresi. Mosaic akan menawarkan petunjuk dalam bidang-bidang bersangkutan.

Mosaic juga akan bersaing dalam hal lokasi. Lokasi Mosaic ada di pusat kota dengan akses mudah dari segala penjuru kota.

The Fabric Alley di Cashill, Michigan, menjadi daya tarik bagi semua penjahit yang serius yang diberi kesempatan menghabiskan banyak uang untuk membeli kain halus. Mereka menawarkan pilihan yang sangat luas dari kancing-kancing dengan kisaran harga yang sama dengan Mosaic. Para penjahit dapat menemukan kancing-kancing dan kain di satu lokasi. Namun demikian, akses kepada kancing-kancing adalah sulit. Kancing-kancing tersebut dipamerkan secara buruk dan pembelanja harus sangat tekun untuk menemukan kancing-kancing mana yang mereka anggap menarik. Begitu menemukan, pramuniaga harus mendapatkan kembali dari persediaan sebelum nasabah dapat menilai mereka sepenuhnya. Ini membuat frustrasi dan menghabiskan waktu.

Kancing-kancing dipajang dengan jelas di Mosaic dengan cara yang konsisten dengan kualitas dan watak mereka. Dan lagi, Mosaic akan bersaing dengan memusatkan diri pada kancing-kancing. Perusahaan juga akan bersaing dalam lokasi. Mereka yang kebutuhannya terpenuhi oleh toko kain setempat dan yang mungkin tidak bersedia atau tidak bisa melakukan perjalanan melintasi negara bagian akan bergantung kepada Mosaic untuk kancing-kancing yang khusus.

Twelve Buttons dan Renewal Buttons menawarkan produk yang mengesankan dalam kisaran kualitas, harga dan watak. Keduanya terletak di pusat kota di wilayah metropolitan Chicago. Keduanya adalah model yang dijadikan landasan untuk rancangan Mosaic.

Mosaic akan memikat penggemar pergi dari toko-toko Chicago dengan secara tekun memasok kancing-kancing dengan keaslian tinggi. Pengrajin-pengrajin kancing independen akan dipamerkan keahliannya, kapan saja memungkinkan. Mosaic juga akan memelihara koleksi besar kancing klasik dan antik. Hubungan dengan perdagangan rancangan bagian dalam setempat juga sangat penting untuk kesuksesan.

Persaingan tidak langsung datang dari toko-toko jaringan lokal: Northeast Fabrics, Wisconsin Fabrics, Joan’s Fabrics dan Fieger’s Fabrics. Mosaic menawarkan kancing-kancing yang tidak dapat ditemukan di semua toko ini dan yang harganya pada umumnya lebih tinggi. Mosaic akan menarik nasabah yang mungkin bersedia membelanjakan uang lebih banyak untuk kancing-kancing daripada untuk kain untuk mencapai tingkat gaya dan ekspresi lebih tinggi.

TUJUAN DAN STRATEGI PROMOSI

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Mosaic dalam tahun pertama operasinya adalah keberadaannya kurang dikenal masyarakat. Saat ini, jumlah nasabah 90 orang. Tujuan perusahaan adalah menggandakan jumlah ini selama bulan Juni hingga Oktober untuk memperoleh 180 nasabah.

Strategi untuk mencapai tujuan ini mencakup:

  • Mengadakan pameran untuk membantu penjualan di pasar petani setempat setiap hari Sabtu sepanjang musim panas. Ini bisa dilakukan dengan biaya $210.
  • Membagi-bagikan kartu nama dan mencetak ulang artikel “Grandstand” tentang Mosaic yang muncul di Lifelike Magazine pada Januari 1997. Pusat peredaran adalah pasar petani, Arts Alive Gallery Hop, Underground Studio, dan wilayah bisnis pencucian kering.
  • Menempelkan papan nama tambahan di bagian luar Tower Building pada tanggal 1 Juni 1997 dengan biaya $75.
  • Mempublikasikan berita berkala kuartalan untuk semua nasabah dan bisnis pilihan yang ada. Berita berkala akan mengumpulkan rujukan, mengiklankan inventaris tambahan dan memberitahu pembaca mengenai promosi penjualan saat ini.
  • Mengadakan promosi penjualan kuartalan di bulan Mei, Agustus, November dan Februari.
    Promosi penjualan bulan Mei akan dipersembahkan untuk Hari Ibu. Para nasabah akan diundang minum teh sore; kupon potongan harga untuk para ibu akan ditawarkan.
    Selama bulan Agustus, Collage akan merayakan hari jadinya. Pameran mode/lomba busana atau kegiatan lain akan direncanakan.
    Bulan November akan fokus kepada perayaan akhir tahun.
    Bulan Februari akan menyoroti Hari Valentine.
  • Pemasangan iklan di berita berkala Woodbrook Weavers, the Michigan Quilter’s Guild dan the Greater Levine Embroiderers Guild. Biayanya sekitar $10 per edisi.
  • Melanjutkan pemasangan iklan di Greater Levine Yellow Pages dengan biaya $10.75 per bulan.
  • Mengambil bagian dalam kegiatan pengumpulan dana di radio umum, seperti WYRU Auction, dengan memberikan sumbangan dalam bentuk kupon hadiah. (Harga eceran $30; harga sebenarnya $15)
  • Memasok perancang bagian dalam dengan contoh kancing-kancing yang ditempelkan pada kain untuk digunakan oleh pelanggan mereka.

Tujuan lain yang perlu disikapi oleh Mosaic adalah inventaris gedung. Bulan-bulan musim panas akan memungkinkan porsi lebih besar dari sumber daya perusahaan untuk diarahkan pada memperbanyak inventaris.

  • Mosaic akan memasang iklan di mingguan setempat, seperti Retreat, untuk keinginan membeli kancing-kancing lama.
  • Mosaic akan mencari kancing buatan tangan dengan memasang iklan di bagian “Opportunities” pada The Art Calendar sebagai pengirim barang.

KEBIJAKAN PENETAPAN HARGA

Tiga kategori kancing-kancing dibeli oleh Mosaic untuk dijual kembali. Mereka adalah kancing-kancing kerajinan tangan, kancing-kancing buatan pabrik dan kancing-kancing klasik. Kenaikan harga industri standar mencapai 100 persen.

Harga eceran rata-rata dari kancing-kancing kerajinan tangan dan klasik adalah $4.25. Kancing-kancing buatan pabrik berkisar mulai $1.45 hingga $2.00, bergantung kepada bahan yang digunakan. Kancing-kancing dari bahan alami lebih mahal.

Dalam kurun waktu delapan bulan Mosaic terjun dalam bisnis, penjualan kancing terbesar adalah kancing dari biji corozzo alami yang dijual seharga $1.20.

PERSYARATAN PENJUALAN

Mosaic saat ini menerima uang tunai dan cek pribadi sebesar harga pembelian. Seiring pertumbuhannya, perusahaan akan menerima pembayaran dengan kartu kredit.
Diposting oleh Reziqbermain
Pelajaran yang dapat di ambil dari blog sebelah... ^_^

Saat minggu pertama kuliah di Ma’had Umar saya bertemu dengan seorang senior yang berparas lembut dan pendiam. Berdialog dengan beliau suatu kesempatan yang menarik bagi saya. Setelah ditraktir makan siang, beliau bercerita tentang pengalaman dan ‘dendam’-nya pada dunia sekolah.


Saat itu saya kelas dua SMA mau naik kelas tiga dan tentunya telah tiba waktu untuk memutuskan mau mengambil jurusan apa. Berdasarkan pengalaman dan ketertarikan saya dalam dunia sosial dan pendidikan, saya memutuskan untuk mengambil IPS. Mantap pokoknya. Ketika ia sampaikan pada pihak wali kelas, ternyata semua keputusan siapa saja yang akan masuk jurusan IPA dan IPS sudah ditentukan oleh rapat pihak guru, tanpa konfirmasi dari siswa itu sendiri. Ada keputusan sepihak disana. Saya yang sangat berminat masuk IPS, ternyata dalam keputusan dan pertimbangan (atau lebih tepat ke-soktahu-an) guru..dinyatakan masuk IPA. Kenapa para guru tak pernah bertanya kepada saya, saya mau masuk apa. Akhirnya saya menyampaikan kepada pihak wali kelas tentang hal tersebut, dan beliau sepakat. Guru-guru rapat dan ada seorang guru angkuh yang tak setuju kalau saya diberikan kebebasan memilih masuk IPS. “Khan, IPS itu bagi anak-anak yang prestasinya rendah!” tegasnya. “Sudah, jangan dibiarkan anak itu untuk semaunya sendiri. Entar melunjak!” imbuhnya. Esoknya saat si guru tersebut mengajar, saya dipanggil ke depan dan dimarah-marahi tanpa ampun. Ya..sekaligus dipermalukan di depan kelas. “Lihat si Hayyin, sudah sekolah nggak mbayar (karena beasiswa)….masih saja berlaku semaunya sendiri. Semuanya perhatikan….jangan ada yang mencontoh murid tak tahu diuntung!” kasar sekali si guru ini berbicara. Saya hanya diam saja. Kok ada guru seperti ini. “Sudah kamu kembali ke kelas IPA, dan jangan membantah…atau tidak usah masuk sekolah sekalian!” ancamnya. Saat jam pelajaran selesai, guru tersebut saya ajak bicara…mengapa ia melakukan hal seperti itu. Bagaimana mungkin seorang guru bisa menjatuhkan harga diri seorang murid didepan kelasnya sendiri? Hal ini sungguh tak bisa dimasukkan akal sehat. Guru ini benar-benar tak sehat akalnya. Terlalu dipenuhi emosi yang berasal dari sempitnya wawasan. Saya akhirnya menjalani kelas tiga tersebut dengan malas dan tak bergairah. Nilai-nilai pun turun drastis. Alhamdulillah lulus SMA…”


Apakah Anda juga pernah melihat, mendengar atau bahkan mengalami hal yang sama. Kasus-kasus serupa sudah seringkali saya dengar. Cerita tersebut masih panjang dan menurut saya cuplikan diatas tersebut yang paling menarik. Seringkali orang-orang ‘yang merasa tua, berpengalaman dan pintar’ disekitar kita seolah lebih tahu apa yang seharusnya kita lakukan dan apa yang terbaik bagi kita, tanpa memperhatikan kecenderungan potensial—bakat dan minat kita. Mereka seolah menutup mata dengan hobi maupun kegairahan kita disuatu bidang tertentu, karena mereka anggap tak ‘prospektif’ dalam menghasilkan uang di kedepan hari. Guru-guru akan bersorak gembira dan mendukung dengan penuh suka cita jika si murid memiliki obsesi yang ‘tampak menghasilkan’. Dokter, Notaris, Pengacara, Psikolog, Programmer dan lain sebagainya. Seolah dunia masih kekurangan dengan manusia-manusia berprofesi seperti itu. Tapi tak semua direspon dengan positif, banyak juga ‘orang-tua’ di sekitar kita lebih merasa tahu apa yang terbaik bagi kita dengan memaksakan impian mereka terhadap diri kita. Sebut saja Nanda, saya berkenalan dengannya disebuah warung kopi disebuah perumahan dekat rumah. Lama mengobrol dengannya terkuak beberapa fakta tentang lemahnya pelajar dan mahasiswa Indonesia tentang masalah visi dan manajemen kehidupan. Seperti dalam dialog-dialog hampir dengan semua remaja, saya selalu bertanya tentang beberapa hal pondasi.

Kenapa kamu kuliah di Hukum?’

Wah…kelihatannya prospek kedepannya bagus, Mas. Ya..cari kerjanya mudah-lah.’

O..gitu ya. Trus, memang kamu memang sangat menginginkannya? Apa yang sebenarnya kamu inginkan?’

Kalau aku sebenarnya ingin sekali masuk Otomotif, Mas. Cuma Papa tidak memperbolehkan. Papa mengatakan,”Mau jadi apa kamu, masuk Otomotif? Mau jadi kuli mesin yang belepotan oli. Kotor dan nggak jelas penghasilannya berapa. Sudah kamu masuk Hukum aja, seperti Papa. Biar nanti bisa jadi Notaris juga. Kalau kamu memaksa mau masuk otomotif, Papa nggak akan membiayai. Terserah kamu, pilih mana?’ Papa mengancam.”


Ya..akhirnya aku menurut aja deh. Daripada nanti kalau gagal malah disalahkan dan nggak dibantu membayar kuliahku, khan repot.

Jadi, kamu kuliah karena maunya orang tuamu.

Ya…begitulah. Ya…daripada durhaka. Hitung-hitung berbakti, ya..khan!


Nah, jelas sekali kondisi kepribadian mahasiswa ini. Silahkan dinilai, bagaimana tingkat kemandiriannya, kepercayaan dirinya, keberaniannya dalam bersikap dan mengambil keputusan buat masa depannya. Mahasiswa pelajar ‘dengan cita-cita pesanan’ seperti tak akan pernah sepenuh hati dalam menjalani apa yang ia kerjakan. Memang selalu ada perkecualian. Beberapa kawan bisa selesai menjalani ‘cita-cita pesanan’ ortu dan sampai doktor. Namun, sebenarnya hatinya tetap tidak disana. Para ‘orang tua’ (guru, ortu) sebenarnya bermaksud baik, ingin melihat anaknya sukses dan jelas dalam hidupnya. Sukses dan jelas dalam artian nantinya profesi yang akan digeluti tersebut dapat menghasilkan income (penghasilan materi) yang besar, yang diharapkan akan membuat hidup si anak akan bahagia dengan kecukupan tersebut. Anak-anak yang menjalani mimpinya orang lain tersebut tak akan mencapai yang dinamakan---menurut Anis Matta---- cita-cita tertinggi. Sehingga menimbulkan kegelisahan dan selanjutnya menimbulkan kemauan dan tekad. Ruh inilah yang tidak saya lihat pada kebanyakan mahasiswa dan pelajar Indonesia. Dalam Mencari Pahlawan Indonesia, Anis Matta menyatakan :


"..mimpi mempunyai basis rasionalitas, struktur dan susunan yang solid,terbangun dari proses perenungan yang panjang dan mendalam,terbentuk melalui pengalaman-pengalaman hidup yang terhayati dalam jiwa dan terolah dalam pikiran.Karena faktor-faktor pembentuk mimpi ini begitu kuat mengakar dalam kepribadian kita,maka mmpi biasanya tervisualisasi secara sangat jelas,sejelas maket bangunan bagi seorang insinyur."



Model pendidikan yang dilandasi dengan pola pikir materialistis akan menghasilkan intelektual-intelektual yang materialis pula. Akhirnya para pelajar hanya akan belajar dan melakukan semuanya itu (sekolah, kuliah, bimbel, nilai bagus dll) dalam bingkai untuk sekedar mencari uang. Selebihnya tidak. Doktrin untuk sukses (kaya dan mendapatkan pekerjaan enak) harus sekolah dan kuliah tinggi menjadi wejangan setiap hari yang dihembuskan ke setiap siswa di kelas-kelas.

Anak dianggap sebagai aset oleh para orang tua dan guru. Sehingga anak yang sudah sekian lama dibiayai harus dapat ‘menghasilkan untung balik’ bagi ‘pemodal’ yang bernama orang tua.

Ayolah..apakah kita akan selamanya jadi robot yang harus dikendalikan remote kontrol oleh orang lain. Setiap manusia diciptakan oleh Yang Kuasa dengan potensi dan keunikan-keunikan tersendiri. Apakah dengan begitu saja kita akan mengabaikan amanah ‘langit dan bumi’.

Seorang teman ibu saya, Pak Dedy juga pernah mengingatkan hal terlucu dan terunik yang pernah saya dengar. Saya masih ingat betul beliau mengatakan,

Sampeyan itu khan Anak Gadang (anak yang paling diharapkan), kalau bisa kuliahnya diselesaikan dengan cepat. Terus, kerja….dan kalau bisa jadi PNS. Semua orang pasti menginginkan jadi PNS, ya tho? Gajinya tetap dan lumayan. Coba lihat yang wiraswasta..banyak yang gagal. Tul khan? Trus juga, jangan buru-buru menikah. Entar, kalau buru-buru nikah, lupa sama Bapak Ibu. Bapak ibu dienakkan dulu. Nanti kalau sudah mapan, sudah punya kerjaan yang enak…rumah lumayan bagus, silahkan mulai memikirkan untuk berkeluarga.

Dalam batin aku ingin tertawa terbahak-bahak, namun saya tahan. Pendapatnya ada beberapa yang bagus, namun bagi saya hal tersebut terlalu konvensional dan ‘permukaan’ sekali. Walaupun saat itu saya diam dan seolah mengiyakan apa yang disampaikan, pikiran saya yang kritis tak bisa disuruh mengangguk begitu saja. Memang definisi sukses menurut dia bagaimana? Apakah kalau sudah jadi PNS itu bisa dikatakan sukses? Apakah benar apabila kita sudah berkeluarga akan lupa dengan orang tua. Ingin saya katakan bahwa saya akan memiliki perusahaan makanan terbesar se-Indonesia 15 tahun lagi. Mungkin saja model orang seperti Pak Dedy akan mengatakan, “Untuk apa? Dan apa untungnya bagi kamu?” Namun itulah yang menurut saya sebut sebagai ‘panggilan jiwa’ yang akan membuat hidup saya lebih bermakna. Dan saya akan mendirikan sekolah-sekolah termurah (bahkan gratis) disetiap kecamatan di Indonesia. Dan saya akan menulis100 buku sebagai warisan seperti apa yang diikrarkan Andrias Harefa. Saya hanya ingin surga Allah. Untuk apa juga manusia hidup kalau tak ada manfaat bagi diri dan dunia pada umumnya? Apakah semua itu salah? Tak ada yang salah. Itu mimpimu dan inilah mimpiku. Perbedaan keyakinan yang berasal dari perbedaan ideologi, referensi, pengalaman hidup dan lingkungan membuat impian kami begitu berbeda. Yang satu berkutat pada materi, yang lain lebih pada kebermaknaan (spiritual).


Dan kenapa dari sekian banyak manusia yang saya kenal, lebih banyak mereka memikirkan ‘perut sendiri’. Menjadi manusia-manusia kecil yang tak berharga dimata manusia maupun dimata Allah. Saya ingin menjadi manusia besar itu. Saya akan “…..mulai belajar meninggalkan diri,” kata Anis Matta mengenang pahlawan, “meninggalkan kekerdilannya, meninggalkan kelayakannya untuk hilang fana, menuju kebesaran, menuju keabadian, menuju dunia orang lain, menuju kenyataan bahw ia takkan mati selamanya. Kata-kata Pak Dedy,“Jangan begini ..begitu”, “Harus begini..” terdengar terlalu memaksa dan tak bijak. Seolah meremehkan bahwa kita tak tahu apa yang harus diimpikan. Tak tahu peran kepahlawanan yang akan diambil, sehingga kita harus menjalanan ‘impian pesanan’ yang terpaksa kita ambil…daripada tidak ada. Ayolah….jangan pernah biarkan impian—obsesi kepahlawanan yang sudah ada dalam dirimu direnggut oleh seorang manusia. Walaupun itu adalah orang terdekat kita. Saya yakin kita bisa melebihi aksi Muhammad Yunus, yang mendirikan Grameen Bank : Bank Para Pengemis dan Miskin. Juga Muhammad Fatih Murad ‘modern’ yang tidak saja mampu menaklukkan Konstantinopel, melainkan Eropa—China, Jepang dan Amerika. Dunia menunggumu untuk engkau taklukkan. Tidakkah engkau mendengar teriakan permintaan itu. Apapun mimpimu, keresahanmu, obesesi atau apapun istilah yang mendefinisikan tentang visi….periksalah; apakah cita-cita tersebut benar-benar bisa membuatmu lebih baik dan dunia lebih baik? Bisakah cita-cita tersebut membuat dunia dan Allah tersenyum puas dan ridho padamu? Saya percaya bahwa setiap manusia diciptakan Allah untuk ‘menduduki’ kursi kepahlawanan tertentu di dunia ini. Melakukan aksi-aksi revolusioner untuk membuat dunia lebih baik dunia akhirat. Namun, kebanyakan orang hanya tertarik untuk jadi orang biasa yang hidup dengan kenyamanan pribadi. Hanya orang-orang dengan jiwa-jiwa besar dan obsesi kepahlawanan yang akan merebut mahkota kemuliaan tersebut. Andakah itu?



Diposting oleh Reziqbermain
Pendidikan telah melenceng dari makna hakiki. Dari sesuatu yang menyenangkan menjadi beban yang memuakkan. Celakanya masyarakat sudah terkontaminasi sedemikian dalam --bahkan rela saja diperas habis-habisan oleh para pebisnis pendidikan-- sehingga menuhankan sekolah sebagai satu-satunya syarat mutlak bagi kesuksesan, padahal banyak sekali contoh yang membuktikan bahwa gelar akademik tidak terlalu penting untuk mencapai kesuksesan. Kalau misalnya cuma diukur dari kekayaan, 10 orang terkaya di dunia itu drop-out perguruan tinggi, tidak terkecuali Bill Gates, bosnya Microsoft.

Tim penulis buku Sukses Setelah PHK menuturkan kisah menarik tentang Paijo. Berbekal ijazah SD ia jadi satpam sebuah perusahaan. Sayang ketika perusahaan berkembang, syarat jabatan satpam meningkat, minimum lulus SLTP. Paijo ikut ujian persamaan dan tidak lulus. Ia di PHK.

Setelah sempat terpukul, Paijo memilih dagang. Usahanya berkembang. Paijo jadi konglomerat mini. Wartawan pun mulai nyinyir menanyakan kiat suksesnya.

"Di mana Bapak menimba ilmu?"

"Tidak di mana-mana. Saya cuma tamat SD. Prinsip saya hanya berdagang, cari untung. Bukan cari ilmu. Bukan pula cari pengalaman."

"Tamat SD saja bisa sukses mempunyai banyak perusahaan. Bagaimana kalau tamat SMP?"

"Kalau tamat SMP, sekarang saya pensiunan satpam!"

Terlihat di sini sekolah --termasuk universitas-- bukanlah faktor penentu keberhasilan hidup satu-satunya. Apalagi bila sekolah itu diselenggarakan secara militeristik, sarat baris-berbaris, upacara, amanat inspektur upacara, laporan komandan upacara, penataran, dan seterusnya.

Yang terjadi --seperti sering disentil Romo Mangun-- bukanlah proses pendidikan ataupun pengajaran, tapi indoktrinasi dan pembodohan sistematis. Imajinasi, kreativitas, keberanian menyatakan perbedaan pendapat dipasung selama lebih dari tiga dekade. Kasus Angket Seks Remaja yang "mengkafirkan" Eko Sulistyo, siswa sebuah SMA di Yogyakarta, di tahun 80-an, menjadi bukti sejarah bagaimana anak-anak berbakat dan kreatif justru tidak mendapatkan tempat yang seharusnya di sekolah-sekolah kita. Untung masih ada Prof. Dr. Andi Hakim Nasution, yang memutuskan untuk menerima Eko tanpa tes di IPB.

Sekolah dan universitas tanpa pendidikan dan pengajaran telah terbukti "berhasil" melestarikan budaya korupsi-kolusi-nepotisme oleh orang-orang berdasi dan bertitel tinggi, yaninggu, sekolah Gelandangan (Sesame Street School), sekolah Terbuka dan Jarak Jauh, Taman Kakek-Nenek, Ak sekedar makelar penerbitan buku dan kursus-kursus serta les privat, atau komandan yang tak boleh dibantah. Mereka gagal jadi pengganti ayah, ibu, kakak, dan sahabat peserta didik. Sampai akhirnya, meminjam lagu Ebiet G. Ade, "Tuhan mulai bosan/melihat tingkah kita/yang selalu salah dan bangga/dengan dosa-dosa/..." dan menggerakkan mahasiswa untuk mempelopori perubahan sejak Mei 1998.

Berguru pada Ajip Rosidi

Ajip Rosidi, sastrawan Sunda kelahiran Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, 31 Januari 1938, tidak tamat SMA. Namun kini ia menjadi dosen luar biasa di Fakultas Sastra Universitas Pajajaran, Bandung. Tahun 1981 ia bahkan diundang menjadi pengajar tamu di Osaka, Jepang, sampai saat ini. Sebel Asing Di Asia,diangkat menjadi guru besar luar biasa di Tenri Daigaku (1983-1994) dan Kyoto Sangyo Daigaku (1983-1996). Ajip memang seorang maestro tanpa gelar formal. Semua kehormatan yang diperolehnya dimulai dengan rasa cintanya yang besar pada dunia sastra, khususnya Sastra Sunda. Rasa cintanya dipadu dengan keteguhan hati yang dimilikinya sejak muda. Ia, misalnya tidak bersedia mengikuti ujian SMA karena dipaksa menyogok guru. Ia berpendapat, hidup sukses tidak mesti pakai ijasah. Dan kehormatan lebih penting dari predikat.

Kompas 6 September 1998, memuat kisah sastrawan ini. Ia mulai bekerja di bidang tulis-menulis untuk mencari nafkah, baik sebagai penulis karya kreatif, redaktur, pemimpin majalah, maupun penerbit buku. Kesungguhannya menekuni bidang pilihannya itu membuat Ajip bertumbuh menjadi sastrawan yang mumpuni. Obsesinya untuk mengangkat derajat sastra Sunda ditunjukkan dengan menyediakan Penghargaan Rancage sejak tahun 1989 hingga sekarang. Rancage adalah sebuah kata dalam bahsa Sunda kuno yang berarti: aktif kreatif. Penghargaan ini awalnya diberikan kepada yang dianggap berhak bersama uang sebesar Rp1 juta. Uang itu dirogoh dari koceknya sendiri, disisihkan dari penghasilan selama mengajar di Jepang. Jumlah tersebut kini mencapai Rp5 juta, dan pernah diberikan kepada penulis, seniman, dan sastrawan Sunda, Jawa, dan Bali.

Orang-orang Sukses Tanpa Pendidikan Tinggi

John Major, drop out SMA, tapi menjabat Perdana Menteri Inggris menggantikan Wanita Besi, Margaret Thatcher. Billy Joel menjadi penyanyi terkenal dengan modal ijazah SMP, sama seperti Tracey Ullman yang menjadi aktris kondang. Pernah mendengar Bank of America? Pendirinya, Amadeo Peter Giannini tak pernah menyelesaikan SMA-nya. Dale Carnegie, pelopor di bidang pelatihan dan pengembangan manusia di awal abad 20, tak menyelesaikan sekolah gurunya di Missouri, Amerika Serikat. Thomas Alfa Edison hanya 3 bulan sekolah seumur hidupnya, namun lebih dari 3.000 penemuan dicatat atas namanya atau atas nama orang-orang yang bekerja dengannya. Sementara Kenji Eno drop out dari SMA, namun disebut-sebut sebagai Bintang versi Asia Week dan dianggap sebagai dewa industri game.

Anthony Robbins hanya tamat SMA dan memulai kariernya sebagai jongos kantor (janitor). Namun dalam waktu satu dekade ia berhasil menjadi praktisi konsep Neuro-Linguistic Programming (NLP), bahkan merevisinya menjadi Neuro-Associative Conditioning (NAC). Dari pemuda miskin dan sakit-sakitan, Robins berhasil menjadi penulis buku laris Unlimited Power dan Awaken The Giant Within. Ia dipuji para profesor psikologi sebagai motivator yang handal dan menjadi salah seorang penasihat Presiden Bill Clinton. Honor bicaranya --US$ 75.000 sekali tampil (kurang lebih 3 jam)-- melampaui Dr. Stephen R. Covey, John Gray, dan Michael Hansen.

Susi Pudjiastuti drop out SMAN I Yogyakarta, tapi mampu menjadi eksportir ikan, udang, lobter, dan hewan laut lainnya ke Singapura, Hong Kong, dan Jepang, yang tak goyah diterpa badai krisis. Kusnadi hanya tamat SMA di Semarang, namun menjadi eksportir tenun ikat Bali yang memasok pakaian ke 1.650 butik terkemuka di Amerika dan Kanada. Hartono Setyo hanya sampai SMP, tapi mampu melanjutkan kepemimpinan Bambang Setijo, kakaknya, di beberapa perusahaan kelompok PT Sari Warna Asli Group --calon konglomerat baru di awal milenium ketiga.

Adam Malik, pernah Menteri Luar Negeri dan Wakil Presiden Indonesia cuma mengecap sekolah sampai kelas 5 SD. Andrie Wongso tidak tamat SD, arek Malang ini pernah melata sebagai kuli toko, guru kungfu, dan bintang film kungfu di Taiwan sebelum jadi juragan kata-kata mutiara (kartu-kartu merek Harvest) dan mendirikan perusahaan MLM Forever Young, serta menyunting seorang Sarjana Hukum. Alim Markus, meninggalkan bangku SMP dan mampu mengembangkan Grup Maspion menjadi salah satu usaha yang terkemuka di Jawa Timur. Dalam kelompok bisnisnya tercatat lebih dari 40 pabrik yang menyerap sekitar 20.000 tenaga kerja.

Markus F. Parmadi, berhasil mencapai posisi tertinggi sebagai Presiden Direktur Bank Lippo. Padahal pendidikannya putus di tengah jalan, ia drop out tingkat dua dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

Bob Sadino tak pernah kuliah di perguruan tinggi, tapi sering diundang untuk mengkuliahi mahasiswa di banyak kota, termasuk para calon dan sarjana-sarjana pertanian. Dan tanyakan pada Sukyatno Nugroho, sekolah mana yang membuatnya mampu mengembangkan Es Teller 77 Juara Indonesia dengan sistem franchise? atau apa gelar Willy Sidharta yang membuatnya bertahan memimpin PT Aqua Golden Mississippi? Lalu, Abrian Natan, Direktur Eksekutif CNI yang fasih berbicara di muka publik itu, mengapa tak merasa perlu menyelesaikan pendidikan tinggi?

Masih banyak contoh, tapi cukuplah.

Di jaman sulit seperti yang kita hadapi sejak pertengahan 1997 ini --dan entah masih berapa lama lagi-- sangat penting memperlihatkan fakta sejarah bahwa orang tidak harus berpendidikan tinggi untuk memperbaiki taraf hidup. Tanpa harus terjebak menghina para penganggur terdidik, kita ingin mengingatkan masyarakat bahwa pendidikan tinggi bukanlah faktor penentu absolut untuk meraih keberhasilan. Tak perlu putus asa bila putus sekolah. Tak perlu bermurung durja bila tak mampu menyekolahkan anak-anak ke tingkat yang lebih tinggi. Dunia tidak selebar daun kelor, kata orang bijak. Kalaupun Anda tak kenyang sekolahan, atau anak, adik, dan kerabat melulu putus sekolah, jalan menuju cita-cita masih membentang lebar. Belajar ada kalanya jauh lebih efektif dari pengalaman, pribadi atau orang lain. "Sekolah" yang paling baik acap kali bukan di tempat-tempat tertutup, jauh dari kenyataan hidup sehari-hari, tetapi justru di lingkungan sekitar (pasar, stasiun, mesjid/gereja, kantor, jalan raya, dan seterusnya). Sekolah tanpa ijazah dan universitas kehidupan, itulah namanya.

Sekolah Tanpa Ijazah dan Universitas Kehidupan

Sekolah itu candu, demikian judul kumpulan tulisan Roem Topatisamang sekitar tahun 70-an, yang merupakan pengantar diskusi dan tugas kuliah Seminar Sistem Pendidikan Perbandingan di kampusnya IKIP Bandung. Lewat pamflet "Robohnya Sekolah Kami", Roem bergabung dengan orang-orang seperti Everett Reimer, penulis buku School is Dead.

Roem tidak anti sekolah. Ia hanya ingin mengembalikan pengertian sekolah "ke jalan yang benar". Kata "sekolah" yang diambil dari kata Yunani skhole, scola, scolae atau schola, berarti "waktu luang yang digunakan secara khusus untuk belajar" (leisure devoted to learning). Lewat proses alih fungsi dari scola matterna (pengasuhan ibu sampai usia tertentu), menjadi scola in loco parentis (lembaga pengasuhan anak pada waktu senggang di luar rumah sebagai pengganti peran ayah dan ibu), kita mengenal "lembaga ibu asuh" atau "ibu yang memberikan ilmu" alias alma mater. Makna sekolah yang luas, mencakup berbagai bidang kehidupan, disunat jadi sekedar gedung di lokasi tertentu. Mudah menunjuk kampus Universitas Indonesia, tapi dimanakah gerangan Akademi Jakarta dan Akademi Leimena? Orang kenal Universitas Harvard, Yale, Cambridge, MIT, Princenton, Berkeley, dan Stanford, tapi dimanakah Universitas Rockefeller yang 2 mahasiswa dan 16 pengajarnya menerima hadiah Nobel? Universitas Tokyo, Tsukuba, Washeda, dan Sophia mudah dicari, tapi bagaimana dengan Universitas Perserikatan Bangsa-bangsa (Soedjatmoko, salah seorang putra terbaik Indonesia pernah diangkat menjadi rektornya tahun 1980-an) ? Lalu Sekolah Frankfurt, Sekolah Wina, dan Sekolah Durkheim, di manakah gedungnya? Sampai mati Anda tak akan menjumpainya.

Penyunatan makna sekolah dari wilayah kehidupan menjadi sekedar gedung terlokalisir yang mengajarkan hal-hal jauh dari kenyataan hidup sehari-hari, menurut Roem, telah mengakibatkan terjadinya involusi kelembagaan, involusi sikap, dan bahkan involusi pemikiran. Kegiatan belajar kemudian "dilokalisir" sedemikian rupa sehingga hanya dilakukan di sebuah ruang tertutup. Sekolah Minggu, sekolah Gelandangan (Sesame Street School), sekolah Terbuka dan Jarak Jauh, Taman Kakek-Nenek, Akademi Kanak-kanak, dan berbagai kegiatan belajar tanpa ijazah menjadi asing. Kita lupa bahwa panggilan kemanusiaan yang pertama adalah menjadi manusia pembelajar, yang belajar di mana saja, kapan saja, dan kepada siapa saja.

Keberhasilan orang-orang yang tak sempat masuk (gedung) sekolah sesungguhnya menjadi semacam peringatan dan gugatan terhadap ketersesatan makna sekolah yang selama ini menjajah wilayah pemikiran dan sikap kita. Penghargaan yang berlebihan terhadap gelar kesarjanaan (akademis) dapat meracuni pikiran masyarakat banyak. Anda tidak harus memiliki pendidikan tinggi untuk berhasil. Banyak fakta sejarah yang menunjukkan bahwa sekolah (termasuk universitas) justru dapat membuat kita terasing dari persoalan kehidupan nyata, enggan bekerja keras dari bawah (karena dipasung ijazan tanpa makna), dan menjadi tidak kreatif menghadapi masa-masa sulit, sehingga gagal dalam karier dan kehidupan.


BAPU ADI
Diposting oleh Reziqbermain
Dr. Seto Mulyadi, Ketua Komnas Perlindungan Anak (KPA)

Sistem pendidikan di Indonesia belum membebaskan. Peserta didik menjalani proses belajar
bagaikan dalam penjara. Sekolah alternatif bisa menjadi solusi. Demikian disampaikan Ketua
Komnas Perlindungan Anak DR. Seto Mulyadi kepada Subhi Azhari dari the WAHID Institute.
Berikut wawancara lengkapnya.

Apa yang dimaksud pendidikan yang membebaskan?
Membebaskan anak untuk berkreasi, mengekspresikan
perasaannya, dan sebagainya. Intinya tidak membebani anak
dan tidak menjadikan sekolah itu seperti penjara. Ketika anak
mendengar “hari ini boleh pulang, kerena ibu guru mau rapat,”
mereka bilang “horeee, bebas!” Ini karena sekolah kita laksana
penjara. Seharusnya sekolah itu membebaskan ide-ide kreatif
mereka.
Sistem pendidikan kita sudah membebaskan?
Belum! Kesadaran bahwa pendidikan itu untuk anak, belajar
itu hak bukan kewajiban, itu masih minim. Sekarang anak-anak
lebih banyak diperlakukan seperti robot; harus nurut, anak
untuk kurikulum, sarat kekerasan, dan kadang sekedar mengejar
nilai bukan proses. Ini sangat merugikan bagi pengembangan
kreativitas dan kemandirian anak.

Pendidikan yang membebaskan itu seperti apa?
Apa yang dimaksud pendidikan yang membebaskan?
Membebaskan anak untuk berkreasi, mengekspresikan
perasaannya, dan sebagainya. Intinya tidak membebani anak
dan tidak menjadikan sekolah itu seperti penjara. Ketika anak
mendengar “hari ini boleh pulang, kerena ibu guru mau rapat,”
mereka bilang “horeee, bebas!” Ini karena sekolah kita laksana
penjara. Seharusnya sekolah itu membebaskan ide-ide kreatif
mereka.

Sistem pendidikan kita sudah membebaskan?
Belum! Kesadaran bahwa pendidikan itu untuk anak, belajar
itu hak bukan kewajiban, itu masih minim. Sekarang anak-anak
lebih banyak diperlakukan seperti robot; harus nurut, anak
untuk kurikulum, sarat kekerasan, dan kadang sekedar mengejar
nilai bukan proses. Ini sangat merugikan bagi pengembangan
kreativitas dan kemandirian anak.

Pendidikan yang membebaskan itu seperti apa?
Seperti home schooling, sekolah alternatif, juga sekolah alam yang
memungkinkan anak belajar dengan cara masing-masing. Kalau
ada delapan standar pendidikan nasional yang disusun oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), maka yang harus
diikuti hanya tiga; yaitu standar isi kurikulum, standar kompetensi
lulusan dan standar evaluasi. Sedangkan standar proses, standar
guru, standar biaya, standar sarana prasarana, itu bebas.

Cara mengevaluasinya?
Sama saja, pakai pertanyaan-pertanyaan standar kompetensi yang
diharuskan. Bahkan kami sedang mendesak mereka tidak saja
bisa ikut ujian kesetaraan, tapi juga ujian nasional sama seperti
sekolah formal. Di sini akan dilihat anak-anak yang sekolah
lewat jalur formal dan informal itu kualitasnya sama apa tidak.
Penelitian di AS menunjukkan, mereka yang home schooling,
secara akademik maupun psiko sosial-nya banyak yang lebih
tinggi dari anak-anak yang sekolah biasa.

Peran guru dalam model sekolah ini?
Sebagai fasilitator proses belajar. Guru juga bisa belajar bersamasama
dengan murid.
Tempat belajarnya?
Bisa di mana saja. Di tenda, rumah, atau pasar. Sesekali mereka
diajak keluar. Misalnya ke kantor polisi, pemadam kebakaran
atau apa saja.

Bagaimana pendekatan belajarnya?
Tetap mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak. Bukan anak
untuk kurikulum, tetapi kurikulum untuk anak. Jadi, kurikulum
didesain untuk anak dalam kondisi yang berbeda. Misalnya, untuk
anak-anak di Pasar Induk Kramat Jati. Setelah belajar hari Sabtu
dan kita yang datang ke sana, mereka lalu kembali menjual koran,
menyemir sepatu, mengupas kerang atau apapun. Kalau ditanya
kenapa tidak sekolah? Mereka jawab, “Sekolahnya terlalu ketat,
kami tidak bisa kerja”. Maka pilihannya pendidikan alternatif.
Kita jemput bola. Modelnya kelas berjalan; kita datengin dan
kita sediakan fasilitas. Mereka belajar sangat semangat dan
gembira.[]

Referensi : Tempo
Diposting oleh Reziqbermain
Visit the Site
MARVEL and SPIDER-MAN: TM & 2007 Marvel Characters, Inc. Motion Picture © 2007 Columbia Pictures Industries, Inc. All Rights Reserved. 2007 Sony Pictures Digital Inc. All rights reserved. blogger templates